Merek pada bisnis berfungsi sebagai identitas bisnis yang membedakan antara bisnis satu dengan bisnis lainnya. Peran merek sangat penting karena berguna dalam mempermudah konsumen mengingat dan mengenali produk dari suatu bisnis.
Pada realitanya, sering kali kita temukan kemiripan jenis usaha dan merek yang serupa antara satu entitas bisnis dengan yang lainnya. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah sebenarnya telah mengundangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, serta Permenkumham No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Menkumham No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
Dinyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Lalu bagaimana mengatasi kemiripan pada merek?
Terkait hal ini terdapat dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2016 menyebutkan bahwa permohonan merek dapat ditolak jika merek tersebut memiliki persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan merek terdaftar milik pihak lain yang dimohonkan lebih dahulu oleh pihak tersebut untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
Sehingga, suatu merek dapat ditolak karena adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar. Kemudian, apabila merek terlalu umum atau tidak ada daya pembeda maka merek juga tidak bisa didaftarkan.
Dengan begitu, pihak yang pertama kali mendaftarkan merek baru mereka memiliki hak eksklusif untuk menggunakan merek tersebut dalam perlindungan hukum tanpa adanya gangguan dari pihak lain yang istilahnya biasa disebut dengan first to file.
Untuk menghindari persamaan merek, maka pelaku bisnis harus menghindari persamaan dari segi penglihatan (visual), pengucapan (fonetik), konsep dan produk kelas.
Dari kesamaan di atas, persamaan visual harus menjadi perhatian lebih karena visual adalah kesan utama yang akan dilihat dan dikenali oleh semua orang, namun demikian dalam permohonan merek pemeriksaan terhadap visual dan fonetik menjadi satu kesatuan sebagaimana dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No.254/K/Pdt/1989 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.376/K/Pdt/1989 menjelaskan bahwa merek harus dilihat secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan yang bulat tanpa mengadakan pemecahan atas bagian dari merek-merek tersebut.
Dalam Pasal 20 huruf e UU No.2016 dijelaskan bahwa dalam memvisualisasikan merek, tanda atau elemen grafis yang digunakan, juga tidak boleh terlalu sederhana atau terlalu rumit. Hal ini bertujuan agar keunikan dari sebuah merek dapat dengan mudah dilihat dan dipahami oleh banyak orang. Dengan kata lain, visualisasi sebuah merek menjadi first impression atau kesan pertama yang akan diamati oleh setiap orang.
Dengan menghindari elemen-elemen yang telah disebutkan maka dapat memperbesar peluang bagi pemohon agar merek bisnisnya dapat terdaftar. Merek sangat penting dalam berbisnis, oleh karena itu perlu dilindungi agar tidak digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
[Lily S./patenku]